Korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah
Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang
telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk
atau jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara
terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi.
Rumusan korupsi pada Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999, pertama kali termuat dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf a UU No. 3 Tahun 1971. Perbedaan rumusan terletak pada
masuknya kata ”dapat” sebelum unsur ”merugikan keuangan/perekonomian negara”
pada UU No. 31 Tahun 1999.
Sampai dengan saat ini, pasal ini termasuk paling
banyak digunakan untuk memidana koruptor. Sebagai badan atau pejabat yang
ditetapkan oleh ketentuan Undang-Undang, dimana kepada mereka diberikan
kewenangan khusus untuk menerbitkan aturan guna terciptanya keadaan aman dan
tertib, kadang-kadang mereka masih terjerumus kepada rambu-rambu yang dilarang
oleh ketentuan perundang-undangan tersebut. Bagi aparatur pemerintah hal ini
selain akan menjatuhkan wibawa juga akan menimbulkan ketidakpercayaan dari
masyarakat, bahwa pemerintah tidak mampu memberikan perlindungan hukum yang memadai.Peradilan
Tata Usaha Negara sebenarnya dibentuk untuk mewujudkan asas-asas pemerintahan
yang baik. Oleh karena itu, para pejabat tata usaha negara dapat diminta
pertanggungjawabannya dalam peradilan ini untuk keputusan tata usaha negara
yang telah dikeluarkannya. Akan tetapi, dalam pengajuan gugatan TUN juga harus
diselesaikan dahulu dalam upaya administrasi barulah ke pengadilan TUN.
Indonesia pada saat ini sedang dilanda masalah krisis kepercayaan yang tinggi oleh masyarakat karena banyak pejabat-pejabat yang korupsi. Aktor-aktor di dalam pengadilan pun juga ikut serta dalam melindungi para koruptor, sehingga semakin suramnya kepercayaan masyarakat. Pengadilan Tata Usaha Negara tentunya yang semula diciptakan dengan tujuan untuk membuat para pejabat pemerintah untuk tidak main-main atau berani berbuat curang dalam pekerjaannya, akan tetapi korupsi itu sendiri adalah tindakan pidana yang diatur tersendiri dalam Undang-Undang. Sedangkan dalam sengeta TUN sendiri dijelaskan bahwa sengketa yang timbul dalam bidang TUN, antara orang atau badan hukum atau badan hukum dengan Pejabat TUN ataupun sengketa kepegawaian. Lalu dimanakah letak peran Peradilan TUN dalam menangani tindakan korupsi ini yang tentunya sesuai dengan tujuan untuk mewujudkan asas-asas pemerintahan yang baik, seperti yang tertuang juga dalam UU/
Indonesia pada saat ini sedang dilanda masalah krisis kepercayaan yang tinggi oleh masyarakat karena banyak pejabat-pejabat yang korupsi. Aktor-aktor di dalam pengadilan pun juga ikut serta dalam melindungi para koruptor, sehingga semakin suramnya kepercayaan masyarakat. Pengadilan Tata Usaha Negara tentunya yang semula diciptakan dengan tujuan untuk membuat para pejabat pemerintah untuk tidak main-main atau berani berbuat curang dalam pekerjaannya, akan tetapi korupsi itu sendiri adalah tindakan pidana yang diatur tersendiri dalam Undang-Undang. Sedangkan dalam sengeta TUN sendiri dijelaskan bahwa sengketa yang timbul dalam bidang TUN, antara orang atau badan hukum atau badan hukum dengan Pejabat TUN ataupun sengketa kepegawaian. Lalu dimanakah letak peran Peradilan TUN dalam menangani tindakan korupsi ini yang tentunya sesuai dengan tujuan untuk mewujudkan asas-asas pemerintahan yang baik, seperti yang tertuang juga dalam UU/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar